Sebelumnya, kita udah bahas tentang distribution planning, menentukan ke channel mana kita harus distribusi, gimana cara milih outletnya, dll. Setelah plan beres, pastinya kita masuk ke fase eksekusi, mulailah si salesman bawa barang kita ke warung, wholesale, atau mulailah kita kirim barang ke DC nya modern trade dan distributor.
Tugas berikutnya dari seorang anak brand adalah menganalisa apakah plan yang dibuat berjalan dengan baik, karena bisa jadi ada perubahan di pasaran yang bikin performa distribusi kita ga bagus dan harus segera kita adjust tuh si distribution plan.
Caranya? Ada beberapa pertanyaan yang harus dijawab. Seperti yang disebutkan di artikel pertama tentang sales, ada 2 sumber data yang akan kita pakai, Nielsen Retail Audit dan Internal Data. Now, kita coba go through pertanyaan apa aja yang harus dijawab, data apa yang dipakai, dan gimana cara analisa nya. Kita fokus ke general trade ya, karena modern trade biasanya udah ada report khusus dari mereka nya.
Apakah outlet yang dicover sudah sesuai dengan plan?
Untuk menjawab pertanyaan ini kita bisa liat internal data, sesimple laporan salesman udah distribute produk kita ke berapa toko? Sesuai ga sama plan? Apapun hasilnya, kita akan double check ke data Nielsen Retail Audit, ada yang namanya Numeric Distribution (ND), which menggambarkan dari total jumlah toko yang ada di sebuah area, kita ada di berapa toko (dalam bentuk %). Masalah distribusi, penting untuk tau performance di tiap area, jadi misal kita distribusi ke seluruh Indonesia ; boleh mulai dengan liat angka ND di level nasional, tapi jangan lupa cek angka ND di level regional, bahkan per Kota, untuk tau area mana yang driving performance regional atau nasional nya. Jadi kita tau, kalau ada yang harus diperbaiki, di area mana kita harus fokus. Analisa by area ini berlaku untuk semua pertanyaan dibawah juga ya!
Apakah outlet yang dicover adalah outlet yang potensial?
Ada yang namanya Weighted Distribution (WD), ada di Nielsen Retail Audit juga. Data ini turut membandingkan kontribusi outlet yang terdistribusi terhadap total penjualan kategori produk kita di area tersebut. Misal di sebuah kota ada 100 warung, dari 100 warung itu, ada 10 warung yang paling banyak jualan produk sejenis kita. Nah, kalau misal kita hanya cover 10 warung itu, maka nilai ND akan 10% (karena hanya membandingkan jumlah warung terhadap total), tapi nilai WD bisa jauh lebih tinggi, tergantung seberapa besar kontribusi 10 warung itu jualan produk sejenis kita dibanding total jualan kita di kota itu.
Ketika nilai WD kita sama dengan ND, berarti produk kita ada di warung yang kurang potensial (jualan produk sejenis kita nya dikit), perlu digeser tuh ke warung yang bisa naikin WD kita.
Apakah proses distribusi berjalan dengan lancar?
Mulai dari sini kebawah, kita pakai data internal. Ada yang namanya target call, atau target jumlah toko yang harus didatengin salesman dalam satu hari. Ada juga yang namanya actual call (%), atau jumlah toko yang berhasil didatengin salesman dalam satu periode, ga cuma didatengin ya, tapi berinteraksi. Misal pas salesman dateng tokonya tutup, maka ga dihitung sebagai actual call. Terakhir, ada yang namanya effective call (%), menggambarkan jumlah toko yang beli produk kita waktu didatengin salesman. Apa aja yang bisa diliat dari data ini?
Kalau actual call rendah, bisa jadi salesman kita males-malesan, atau banyak toko yang udah ga beroperasi (wajib dipindah ke toko lain, ngapain terus-terusan nyamperin toko yang udah tutup).
Kalau effective call rendah, bisa jadi salesman kita kurang jago jualan (perlu training), bisa jadi juga stock level kita tinggi banget jadi si toko gamau beli lagi (perlu sell-out program), bisa jadi juga ada masalah dengan offer produk kita (perlu sell-in review & program), atau ada competitor yang lagi jalan trade program jadi modal si toko abis buat beli produk lain, atau hal-hal lain sekecil yang punya toko (si yang pegang duit) lagi ga ada ditempat.
Apapun asumsinya, segala sesuatu yang berkaitan dengan eksekusi di lapangan baiknya didiskusikan dulu sama Area Manager, biar ga salah ambil kesimpulan.
Apakah penjualan kita berkembang?
Ada yang namanya Drop Size, atau jumlah produk yang dibeli sebuah toko ketika didatengin salesman. Misal pas salesman dateng si toko beli 20 pack, maka dropsize toko itu adalah 20 pack.
Dari data ini, keliatan penjualan kita berkembang atau engga. Normalnya seiring berjalan waktu drop size akan terus naik. DROP SIZE BUKAN BERARTI JUALAN KITA KE KONSUMEN YA! Karena dari keseluruhan drop size ini, termasuk didalamnya adalah beberapa pack untuk si toko menjaga stock level nya. Drop size yang kecil atau ga berkembang mengindikasikan apa? Macem-macem, bisa jadi ga ada konsumen yang beli dari toko itu jadi stock masih banyak, bisa jadi modal si toko emang ga nambah (jadi gabisa nambah stock – ini berpotensi kasih masalah ke konsumen – mungkin perlu program khusus), atau masalah sesimple box salesman udah penuh jadi gabisa bawa barang lebih banyak. Again, apapun asumsinya, diskusikan sama area manager dulu ya!
Apakah list distribusi kita masih sehat?
Ada yang namanya Repeat Rate (%), menggambarkan jumlah toko yang selalu beli berturut-turut setiap dikunjungi. Ketika repeat rate kecil, berarti ada masalah effective call di lebih dari satu periode (bisa di outlet berbeda), karena sebuah toko dihitung repeat kalau minimal sebuah toko beli produk kita di lebih dari 1x kunjungan berturut-turut. Tapi tergantung standar perusahaan sih, ada yang dihitung repeat kalau minimal beli 3x berturut-turut, ada juga yang minimal dalam 4x visit beli 2x dihitung repeat.
Nah, dari analisa diatas harusnya kita udah dapet gambaran distribusi kita udah optimal atau belom, kalau ada yang harus diperbaiki juga harusnya ketauan apa yang harus diperbaiki, dan dimana kita harus apply solusinya. Again, masalah ini, jangan lupa kordinasi sama Area atau Regional Manager, biar ga salah langkah. Masih bingung? Let me know bingung nya di bagian mana, boleh comment dibawah atau DM di Instagram.
Semoga bermanfaat!