Sejauh ini, udah lumayan banyak macam-macam analisa yang kita bahas. Hampir disemua artikel, gw bilang kalau data itu harus dilihat bulanan atau mingguan biar kita bisa liat trend nya gimana. Ini bener banget, dan emang sangat membantu untuk melihat dimana ada sebuah anomali (analisa detail). Tapi, analisa trended ini lebih efektif kalau periode analisanya pendek, misal, dalam satu tahun, atau kurang. Bayangin kalau kita mau analisa data 10 tahun terakhir, bisa jadi datanya terlalu banyak dan malah bikin pusing yang liat, bahkan ketika sudah kita sajikan dalam bentuk bar chart ataupun jenis chart lainnya. Ini contohnya, jangankan 10 tahun, 4 tahun aja udah lumayan bikin pusing :
Kebayang kan, jangankan bisa ambil kesimpulan, mencerna datanya aja agak sulit. Jadi, gimana dong biar ga bikin pusing? Tenang, ada beberapa satuan periode yang common dipakai untuk analisa periode data yang cukup panjang, saking common nya, kayanya adalah sebuah kewajiban untuk ngerti hal ini di dunia kerja. Dan percaya gak percaya, sebenernya ini simple banget! Mari kita bahas.
YOY (Year on Year)
Satuan ini menghitung perbandingan per tahun, tapi ga harus exact per tahun. Maksudnya? Iya, memang menghitung 12 bulan, tapi ga harus Januari sampai Desember. Jadi, misal dari data diatas kita mau membandingkan kondisi di Maret 2018 vs 3 tahun sebelumnya, yang harus dilakukan adalah kita tarik data 12 bulan mulai dari Maret (untuk data tahun 2018) dan tarik 12 bulan ke belakangnya lagi untuk data tahun 2017, dan seterusnya. Berikut gambarannya :
Hal yang harus dilakukan berikutnya adalah kita jumlahin angka yang ada di masing-masing kotak, jadi kita bisa dapet simplifikasi data kaya gini :
Nah dari simplifikasi diatas, selain lebih mudah dicerna, semudah itu juga kita tarik kesimpulan kalau jualan kita pada saat itu tidak sebaik tahun sebelumnya, walau masih lebih baik dari tahun 2016.
Year to Date (YTD)
Satuan ini menghitung perbandingan pencapaian ‘sejauh ini’ di tahun yang berbeda. Dengan kasus yang sama kaya diatas, kalau pake YTD, jadinya kaya dibawah ini :
Dan sama seperti sebelumnya, kita jumlahin deh tuh angka di tiap kota, dan kita akan dapet hasil kayagini:
Simplifikasi diatas mendukung hipotesa sebelumnya, karena, diperiode yang sama (januari-maret) memang tahun 2018 ga sebaik tahun 2017, dan bahkan ga sebaik tahun 2016 (angka YOY 2018 ketolong jualan bagus di tahun 2017). Dua analisa ini bisa jadi awal analisa detail berikutnya, dan kasih indikasi periode mana yang harus kita perhatikan dengan lebih seksama.
Moving Average & Running Rate
Metode ini biasanya dipake bukan untuk membandingkan per tahun, tapi kalau emang kita mau nunjukkin pergerakan data dalam waktu yang lumayan lama. Dari chart di atas, kita liat data tiap bulan nya bisa loncat naik atau jatuh turun, bikin kita bingung sebenernya ini naik apa turun sih jualannya?
Nah, metode moving average ini akan ‘memperhalus’ keberantakan itu. Caranya? Tentukan dulu, kita mau pake moving average berapa titik kebelakang, misal kita pake 8 titik kebelakang, artinya setiap titik data akan digantikan dengan average dari angka di titik tersebut, dan 7 angka di titik sebelumnya. Misal data December 2018, akan digantikan dengan average (rata-rata) dari data May 2018 – Dec 2018. Data November 2018, akan digantikan dengan average data April 2018 – Nov 2018, dan seterusnya. Setelah semua data diberikan treatment yang sama, otomatis kita akan kehilangan 7 titik awal di chart itu (Jan 15 – Jul 15) karena ga cukup data untuk dapet average 8 titik, tapi, kita akan dapet chart yang lebih halus kaya dibawah ini :
Nah, sekarang lebih keliatkan tren naik turunnya gimana. Oiya, karena udah di average, tiap titik data itu sekarang disebutnya Running Rate (8 Bulan). Misal, data di bulan Desember 2018 itu 6.6, ini kita sebut data Running Rate (8 Bulan) December 2018.
Itu aja sih, simple kan?
Semoga bermanfaat.